Bola-Bola, Raket, dan Sepatu Oleh Ika Rahayu M. Penulis adalah mahasiswa Univ. Airlangga Surabaya Kami, bola-bola dan raket, di dalam tas. Gelap, lama tak tersentuh. Dulu, bola-bola selalu berlarian setiap Sabtu sore di hard court. Memantul ke setiap sudut lapangan dengan lincahnya. Terkadang Gadis tak dapat meraih bola-bola dengan ayunan raketnya. Dulu, raket selalu berayun setiap Sabtu sore. Tergenggam erat di tangan Gadis. Terkadang ia menggerutu karena ayunan forehand dan backhand-nya tak dapat mengantarkan bola-bola melintasi net. Kami tahu, kamu akan selalu menjadi obsesinya. Karena baginya, tidak ada permainan yang lebih mengasyikkan selain berpeluh ria saat sore hari. Mengayun raket dengan nafas memburu cepat, mengejar bola-bola yang melesat di hard court. Ia amat menikmati permainan rally panjang di baseline. Hanya, Gadis belum lagi mendapatkan sparring partner yang sepadan dengan pamannya, orang yang pertama kali mengenalkan kami dengan Gadis. Sejak itu, kami selalu jadi kawan karibnya. Namun setelah pamannya sibuk, sulit bagi kami untuk kembali bersenang-senang dengannya. Sepatu, ia telah lama berakhir. Ia tak hanya melindungi kaki Gadis di hard court. Tapi juga di aspal yang panas, jalan berdebu, tanah yang becek, hingga waktu pun merenggut hayatnya. Ia karib yang setia bagi Gadis. Mungkin itu pula alasannya kami tetap di sini, di dalam tas, gelap, lama tak tersentuh. Gadis belum juga mendapatkan sepatu baru. Masih teringat kami, lebih dari setahun lalu. Saat terakhir kami, Gadis, bola-bola, raket, dan sepatu merasakan kegembiraan. Menjelajah lapangan dengan seorang teman Gadis. Sebenarnya tidak sekali dua Kiki, teman Gadis, menjadi sparring partner-nya. Kadang Kiki dan Gadis saling membuat janji bertemu di lapangan. Pemanasan bersama, bermain bersama. Seru, kadang-kadang menjengkelkan bagi Gadis. Ia sering tertipu gerakan bola yang sengaja dipantulkan oleh raket Kiki dengan ayunan tipuannya. "Waduh Kik, ojo mbujuki ta. Main sing enak ae lho! (Waduh Kik, jangan ngebohongin dong. Main yang enak aja lho!, Red)" serung Gadis berseru pada kawannya itu. Kiki tersenyum girang bisa menipu Gadis. Itulah saat terakhir Gadis bermain seru dengan Kiki, founder of Big World Saturday, majalah independen dimana Gadis pernah bergabung. Tetapi kami di dalam tas, gelap, lama tak tersentuh. Hingga suatu saat ibu Gadis membelikan sepasang sepatu baru. Merek yang sudah lama Gadis idam-idamkan. "Terima kasih ya Bu! Aku bisa main lagi," ucapnya pada ibu yang tersenyum melihat anaknya gembira. Tapi siapa yang bisa jadi sparring partner Gadis? Karena ia sadar, Kiki makin sibuk. Ia khawatir mengganggunya. Tapi kami tahu, kami akan selalu menjadi obsesinya. Tu li lu lit! Nada SMS dari HP Gadis membuatnya membuka mata dari istirahat siang. "Dis, ini Angga. Nanti sore aku dan Dhanny mau menantangmu tenis!" Bergegas ia membalas SMS tantangan itu dan segera bersiap-siap. "Aduh, gimana nih. Pagar lapangan kok dikunci semua?" Gadis tampak bingung. "Ayo Dis, kita cari yang punya kunci." Angga segera menawarkan bantuannya. Merekapun berboncengan di atas sepeda motor milik Angga yang melaju kencang. Fiuuuh, akhirnya Gadis bisa mendapatkan kunci dari pak Salimin. Petugas yang terakhir membersihkan lapangan itu. Berkat jasanya, lapangan itu selalu terawat. Kami, bola-bola, raket, dan sepatu kembali beraksi di lapangan. Tapi baru kali ini kami melihat kedua orang teman Gadis. Seorang setinggi Gadis, seorang lagi wuih, lebih tinggi. Hanya yang bertubuh tinggi yang beradu di lapangan dengan Gadis karena Angga harus melatih basket di SMA tempat ia dulu bersekolah. Tak apalah, yang penting kami, bola-bola, raket, dan sepatu dapat memberikan kebahagiaan yang sudah lama tidak dirasakan Gadis. Bermain lagi di hard court. Karena kami tahu, kami akan selalu menjadi obsesinya. Dan rupanya Dhanny, kawan barunya bermain cukup bagus. Service-nya lumayan. Permainan mereka baru berakhir saat senja mulai memerah. Walaupun badan Gadis pegal-pegal karena sudah lama tidak berlatih. Gadis amat bahagia. Kami tahu itu. Keesokan malamnya, Gadis berseru pada kawan barunya itu via SMS. "Yeah! Lengan kananku sekarang berotot. Ough! Kayak Popeye tapi cuma sebelah kanan. He-he…"